Portal Penyejuk Hati

Ma'had Aly Al-Ihsan

JaddungPragaan Sumenep Madura

Mencabut uban dalam sudut pandang fikih

"Penulis: Ach. Khairuddin" (Mahasantri Semester 5)

Uban adalah suatu hal yang tak asing lagi bagi kita selaku bani adam, yang mana sudah menjadi sunnatullah mayoritas seseorang yang sudah menginjak usia dewasa apalagi lansia bahkan ada sebagian remaja keadaan rambut mereka yang semula hitam kini mulai memutih. Nah berkaitan dengan uban, muncul kemudian sebuah problematika fikih “bagaimana sih sebenarnya hukum mencabut uban....”?, karena bagi sebagian orang tampil dengan rambut yang sudah memutih merupakan kegengsian tersendiri bagi mereka. Ada juga sebagian kita merasa bermasalah dengan kepala kenapa selalu terasa gatal gitu? Yang kemudian mereka simpulkan bahwa gatal di area kepalanya itu dikarenakan rambutnya yang sudah beruban. Sehingga pada akhirnya ada kemauan untuk mencabutnya atau menghilangkanya.

Ulama fikih dalam kasus ini sudah menjawab setelah sebelumnya memeras apa yang ada dalam hadits rasulullah saw yang berbunyi :

{ لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ ، فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ

Artinya : “janganlah kalian mencabut uban, karena uban adalah cahaya bagi orang islam kelak dihari kiamat”. (HR. Tirmidzi serta dikategorikan hadits hasan oleh beliau)

bahwa hukum mencabut uban adalah makruh apabila uban itu tumbuh diarea yang tidak dituntut untuk dihilangkan rambutnya (dalam artian mencabut atau menghilangkan uban diarea yang memang dituntut untuk dihilangkan rambutnya terlepas dari hukum makruh) tutur imam Ramli dalam kitabnya nihayatul muhtaj. kemudian ditanggapi oleh imam Syabramalisi dalam hasyiahnya atas nihayah bahwa area yang tidak dituntut untuk dihilangkan rambutnya adalah seperti jenggot dan rambut kepala, itu bagi laki-laki. Sedangkan jenggot  bagi perempuan adalah sunnah dicabut karena itu adalah aib tersendiri baginya (mughnil muhtaj, 2/489).

Nah, setelah kita ketahui hukum mencabut uban adalah makruh, maka  menyusullah persoalan baru yaitu

“ gimana kalau uban tersebut disemir atau diwarnai agar tidak kelihatan bahwa rambut kita sudah memutih”?. Dalam hal ini imam An-Nawawi dalam kitab syarhnya atas shahihnya imam muslim berkata “ menurut madzhab kami (syafi’e) hukum mewarnai atau menyemir uban dengan warna kuning atau merah adalah disunahkan serta haram hukumnya menggunakan warna hitam menurut qaul ashah, waqila menggunakan warna hitam hanyalah berstatus hukum makruh tanzih (ini pendapat segelintir ulama). Akan tetapi pendapat yang dipilihdalam mazdhab as syafi’e adalah pendapat yang mengharamkannya (pendapat ashah) dengan berlandaskan sabda rasul saw {tinggalkanlah warna hitam}, kecuali bagi mujahid (pejuang) dalam rangka melawan orang kafir.

                Walhasil, dapat disimpulkan bahwa hukum mencabut uban adalah makruh, jika uban tumbuh diarea yang tidak disunahkan dihilangkan rambutnya. Kemudin menyemir atau mewarnai uban dengan warna kuning atau merah berstatus hukum sunah dan yang terakhir haram hukumnya mewarnainya dengan memakai warna hitam kecuali bagi mujahid fi sabilillah.

Referensi :

  • حاشية الشبراملسي نهاية المحتاج * - (3 / 56)

وَيُكْرَهُ أَنْ يُنْتَفَ الشَّيْبُ مِنْ الْمَحَلِّ الَّذِي لَا يُطْلَبُ مِنْهُ إزَالَةُ شَعْرِهِ

( قَوْلُهُ : لَا يُطْلَبُ مِنْهُ إزَالَةُ شَعْرِهِ ) كَاللِّحْيَةِ وَالرَّأْسِ لِخَبَرِ { لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } وَرَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ .

  • مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج * - (2 / 489(

 وَيُكْرَهُ نَتْفُ الشَّيْبِ مِنْ الْمَحَلِّ الَّذِي لَا يُطْلَبُ مِنْهُ إزَالَةُ شَعْرِهِ لِخَبَرِ { لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ ، فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ ، وَإِنْ نَقَلَ ابْنُ الرِّفْعَةِ تَحْرِيمَهُ عَنْ نَصِّ الْأُمِّ ، وَقَالَ فِي الْمَجْمُوعِ : وَلَوْ قِيلَ بِتَحْرِيمِهِ لَمْ يُبْعَدْ ، وَنَتْفُ لِحْيَةِ الْمَرْأَةِ وَشَارِبِهَا مُسْتَحَبٌّ ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ مُثْلَةٌ فِي حَقِّهَا ، وَيُسَنُّ خَضْبُ الشَّيْبِ بِالْحِنَّاءِ وَنَحْوِهِ لِلِاتِّبَاعِ

  • شرح النووي على مسلم - (14 / 80)

ومذهبنا استحباب خضاب الشيب للرجل والمرأة بصفرة أو حمرة ويحرم خضابه بالسواد على الاصح وقيل يكره كراهة تنزيه والمختار التحريم لقوله صلى الله عليه و سلم واجتنبوا السواد هذا مذهبنا

You Tube: Klik To Open

Tulisan Populer
Tulisan Terbaru
Tulisan Terbaca